Jakarta, 20 Oktober 2025 — Menginjak satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sorotan publik tidak hanya tertuju pada kepala negara, tetapi juga kepada wakilnya yang sempat dielu-elukan sebagai simbol kebangkitan politik anak muda. Namun, sejauh ini, kinerja Gibran dinilai belum mampu memenuhi ekspektasi besar yang menyertai kiprahnya di panggung kekuasaan nasional.
Gibran di Antara Dua Dunia
Pengamat politik Iqbal Themi menilai Gibran masih kesulitan menentukan arah politiknya di tengah dua narasi besar yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, ia diharapkan menjadi wajah baru politik muda yang progresif, namun di sisi lain publik melihatnya sebagai bagian dari kelanjutan dinasti politik keluarga Presiden ke-7 Joko Widodo.
“Gibran seperti berdiri di antara dua dunia kekuasaan, yakni generasi lama yang masih dominan dan generasi muda yang mulai kecewa karena tak merasa diwakili,” ujar Iqbal saat dihubungi, Senin (20/10).
Menurut Iqbal, pertentangan narasi tersebut membuat langkah politik Gibran terlihat gamang dan kehilangan arah. Selama setahun menjabat, belum tampak gagasan kuat atau program khas yang dapat diasosiasikan dengan dirinya sebagai representasi generasi muda.
Program ‘Lapor Mas Wapres’ Belum Bergaung
Satu-satunya inisiatif yang sempat mencuat adalah program “Lapor Mas Wapres” yang diumumkan pada November 2024. Program itu membuka kanal pelaporan masyarakat melalui WhatsApp maupun kunjungan langsung ke kantor Wakil Presiden di Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Namun, menurut Iqbal, program tersebut belum berkembang menjadi wadah aspirasi yang efektif. “Dalam praktiknya, program itu belum mampu menjadi ruang bagi anak muda untuk mengekspresikan aspirasi dan kritik terhadap kekuasaan,” katanya.
Gibran juga dinilai absen dalam berbagai isu yang hangat di kalangan muda, seperti gerakan #IndonesiaGelap, #KaburAjaDulu, hingga protes mahasiswa terhadap DPR. “Anak muda berharap Gibran hadir sebagai pemimpin muda yang mampu menerjemahkan keresahan generasinya menjadi suara politik yang didengar kekuasaan. Tapi kenyataannya, harapan itu belum terwujud,” ujarnya.
Dinilai Hanya Hadir di Acara Seremonial
Pandangan senada disampaikan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, yang menilai peran Gibran selama setahun lebih banyak terlihat di acara seremonial dan kunjungan protokoler.
“Peran wapres belum kelihatan signifikan. Hanya terlihat di sejumlah acara seremonial dan beberapa kunjungan,” kata Adi, Minggu (19/10).
Adi menambahkan, belum ada fokus kerja spesifik yang menonjol dari Gibran, berbeda dengan pendahulunya seperti Jusuf Kalla yang fokus pada urusan ekonomi dan Ma’ruf Amin yang menangani ekonomi syariah.
“Program ‘Lapor Mas Wapres’ sempat mendapat respons publik, tapi kini implementasinya tak terlihat. Padahal ini ide bagus, hanya saja tidak terwujud di lapangan,” ujarnya.
Posisi Wapres yang Serba Salah
Pendiri lembaga Trias Politica, Agung Baskoro, menilai dilema jabatan wakil presiden turut memengaruhi ruang gerak Gibran. Sikap terlalu proaktif bisa dianggap mendahului presiden, sementara sikap pasif dinilai tak bekerja.
“Yang paling efektif bagi wapres adalah adaptif, responsif, dan sensitif terhadap isu publik. Misalnya, kalau ada masalah di lapangan, wapres bisa langsung turun meninjau,” kata Agung.
Ia menekankan, sesuai Pasal 8 Ayat 1 UUD 1945, wapres memiliki peran penting sebagai pengganti presiden bila berhalangan. Selain itu, berdasarkan UU Kementerian Negara, wapres juga bertugas memberi saran, menjalankan tugas presiden, serta mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Fokus di Urusan Domestik dan Papua
Sementara itu, Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia (ASI), Ali Rif’an, menyoroti tugas khusus Gibran yang semestinya menangani percepatan pembangunan Papua melalui Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3).
“Langkah itu penting untuk melanjutkan pembangunan di Indonesia Timur sebagaimana ditekankan Jokowi sebelumnya,” ujar Ali. Namun, hingga kini Keputusan Presiden (Keppres) yang menugaskan Gibran sebagai Kepala BKP3 belum diterbitkan.
Sebaliknya, Presiden Prabowo membentuk Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, yang disebut akan membantu tugas wapres.
Dalam kesehariannya, Gibran lebih sering meninjau program domestik seperti makan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, dan sekolah khusus Prabowo. Menurut Ali, pembagian tugas ini cukup proporsional.
“Presiden mengurus hal-hal makro dan internasional, sementara wapres fokus pada urusan mikro dan domestik. Ini pembagian kerja yang baik,” jelasnya.
Para pengamat sepakat, meski perjalanan setahun pertama belum memuaskan, Gibran masih memiliki waktu empat tahun untuk membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin muda.
“Harapan publik masih terbuka. Gibran bisa keluar dari bayang-bayang dinasti politik dan menunjukkan arah baru regenerasi politik anak muda,” tutup Iqbal.