Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Dr. Legisan Samtafsir: Haji, Maqbul dan Mabrur (Bagian 3)


HAJI: MAQBUL DAN MABRUR
(Bagian 3)
Oleh: Dr. Legisan Samtafsir, M.Ag 
(Founder Gerakan Indonesia Mabrur & Ketum Gernas Indonesia Gemilang)

Menag Prof. Dr. Nasaruddin Umar MA, menyatakan bahwa pelaksanaan Haji haruslah mengikhtiarkan meraih maqbul  dan sekaligus  mabrur (Rapat Kordinasi Nasional, 22 April 2025). _Maqbul_ diikhtiarkan dengan memastikan rukun, syarat, wajib dan larangan Haji dipatuhi, sedangkan _mabrur_ diikhtiarkan dengan membangun suatu komitmen perbaikan setelah pulang Haji.

Dengan berfokus pada keduanya, maka berarti semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan Haji, baik Jemaah, pembimbing, muthawwif, supporter, Pemerintah dan Travel, haruslah memperhatikan keseluruhannya, baik sejak proses pelaksanaan ritual hajinya, dan juga penguatan komitmen perbaikan setelah kepulangan Hajinya. Dengan kata lain, seyogyanyalah, persiapan pelaksanaan Haji pun harus menjangkau kedua hal tersebut.

Berbekallah, Terutama Bekal Taqwa

Banyak yang mengatakan bahwa Haji adalah Ibadah fisik, dan karena itu persiapan fisik sangat ditekankan, yaitu kesehatan, penginapan, makanan, obat-obatan dan perlengkapan lainnya. Untuk itu petugas-petugas disiapkan secara saksama. Terkait pemenuhan rukun, syarat, pemenuhan kewajiban dan larangan Haji, disampaikan berulang-ulang saat manasik, dan petugas muthawwif dan pembimbing selama di Tanah Suci pun disiapkan. Untuk kekhusyukan pelaksanaan Haji, para Jemaah pun dilarang berbuat fasiq, rafats dan jidal atau berbantah-bantahan (QS., 2: 197). Semuanya itu diikhtiarkan agar Haji-nya lancar sesuai ketentuan Fiqh, dan meraih _maqbul_ di sisi Allah.

Tetapi, bagaimana dengan _mabrur_? Sebagaimana ditegaskan dalam Al Baqarah ayat 197 itu, bahwa ternyata "sebaik-baik bekal (menunaikan Haji) sesungguhnya, adalah Taqwa". Maka, ini pun harus dijadikan perhatian utama, harus sangat ditekankan dan harus benar-benar diikhtiarkan oleh semua pihak, yaitu ketaqwaan.

Bagi Jemaah, persiapan ketaqwaan itu dapat dipahami dan dijalani dengan menguatkan niat yang tulus dan bersih, bahwa Haji mereka adalah karena Allah (QS., 2: 196), bukan karena mendapatkan pujian (riya, gelar Haji), memperoleh pangkat, jabatan, harta dan meraih tujuan materil lainnya; Haji adalah semata-mata karena ketundukan, kepatuhan dan keikhlasan menghadap Allah.

Bagi petugas Haji yang dari pemerintah maupun swasta, yang melayani Jemaah, maka ketaqwaan itu dapat dijalani dengan menguatkan tekad, bahwa mereka bertugas itu adalah karena pengabdian, membantu hamba-hamba Allah untuk menghadapNya, bukan sekedar mendapatkan gaji, honor dan keuntungan dari pelayanannya.

Bagi para Travel/Agency penyelenggara Haji/Umrah, persiapan ketaqwaan itu dapat dijalani dengan berjihad membantu hamba-hamba yang akan menghadapNya, juga memberikan pemahaman dan pemaknaan atas setiap prosesi ritual Haji.

Perihal pemahaman dan pemaknaan itulah yang seharusnya menjadi perhatian utama dan diikhtiarkan semaksimal mungkin, khususnya oleh Travel dan KBIH, karena hal itu yang langsung terkait dengan elaborasi makna Haji untuk kehidupan professional, organisasi dan aktivitas sehari-hari, pasca pulang Haji nanti.

Ritual Haji dan Pembentukan Mindset

Sebagai Ibadah ritual, Haji memiliki syarat, rukun, wajib, sunnat dan larangan, yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh setiap Jemaah. Tetapi Haji sebagai suatu prosesi, dapat dipahami sebagai proses pembentukan mindset dan kepribadian bagi yang melaksanakannya. Sejak ritual Niat, Ihram, Tarwiyyah, Wuquf, Mabit, Lontar Jumrah, Thowaf, Sa'i, sampai dengan Tahallul, adalah tahap-tahap pembentukan mindset.

Tentu saja mindset yang dibentuk oleh Haji adalah mindset yang memang sesuai dengan kepribadian dan fitrah manusia. Dan lebih jauh, mindset bentukan Haji itu tidak lain adalah simpul-simpul kesuksesan dalam kehidupan professional. Oleh karena itu setiap etape ritual Haji itu, harus digali dan dielaborasi dalam konteks kehidupan professional, sehingga nantinya, setelah pulang Haji, itu menjadi jalan pengejawantahan kemabruran Haji.

Dengan memfokuskan pada ritual yang khusyuk dan pembentukan mindset professional itu, maka Jemaah Haji akan terhindar dari jebakan-jebakan Haji, seperti "Haji matre", yaitu Haji yang hanya dimotivasi untuk kekayaan; "Haji pelesiran", yaitu Haji yang hanya untuk traveling, shopping dan refreshing; "Haji Selfie", yaitu Haji yang hanya untuk pamer (flexing) dan pujian; dan jebakan "Haji hajatan", yaitu Haji yang hanya untuk tujuan tertentu, semisal mau pilkada, keberhasilan proyek, naik jabatan, dan lain-lain.

Penutup

Pelaksanaan Ibadah Haji hendaklah menjangkau kedua ranah _maqbul_ dan _mabrur_ sekaligus. Maqbul untuk meraih diterimanya Haji oleh Allah, sedangkan mabrur adalah untuk kemabruran Haji pasca kembali ke Tanah Air. Sehingga bagi jemaah, Haji tidak lagi semata-mata ritual, tetapi menjadi pembentukan mindset professional. Fa'tabiru ya ulil albab.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram TriasPolitica.net, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Ads Bottom

Copyright © 2023 - TriasPolitica.net | All Right Reserved