JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka usai melancarkan dua operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara (Sumut) yang berkaitan dengan proyek pembangunan jalan. Nilai proyek yang terlibat dalam perkara ini mencapai Rp 231,8 miliar. KPK pun membuka kemungkinan memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution apabila ditemukan indikasi keterlibatan dalam kasus tersebut.
Dua OTT yang dilakukan KPK menyasar dua instansi berbeda, yakni proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan proyek pembangunan jalan nasional di bawah Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
“Total nilai proyek setidaknya sejumlah Rp 231,8 miliar. KPK masih akan menelusuri dan mendalami proyek-proyek lainnya,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Lima Tersangka Dijerat
KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah:
-
Topan Obaja Putra Ginting (TOP) — Kepala Dinas PUPR Sumut
-
Rasuli Efendi Siregar (RES) — Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
-
Heliyanto (HEL) — Pejabat Pembuat Komitmen Satker PJN Wilayah I Sumut
-
M Akhirun Efendi Siregar (KIR) — Direktur Utama PT DNG
-
M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) — Direktur PT RN
Menurut Asep, para tersangka diduga telah bersekongkol untuk memenangkan proyek-proyek tertentu. Akhirun dan Rayhan diduga sebagai pihak pemberi suap, sementara Topan, Rasuli, dan Heliyanto sebagai penerima suap.
Potensi Pemanggilan Gubernur Sumut
Menanggapi pertanyaan wartawan mengenai kedekatan Topan dengan Gubernur Sumut Bobby Nasution, Asep Guntur menegaskan bahwa KPK tidak akan ragu memanggil siapapun yang diduga terlibat, termasuk gubernur. Diketahui, Topan pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kota Medan saat Bobby masih menjabat Wali Kota dan mencalonkan diri dalam Pilkada 2024.
“Kami sedang melakukan upaya follow the money, mengikuti ke mana uang itu mengalir. Jika nantinya uang itu mengarah ke pejabat lain, termasuk gubernur, tentu kami akan memanggil dan meminta keterangan,” jelas Asep.
Ia menambahkan, pemanggilan tidak harus selalu didasarkan pada adanya aliran dana. Dugaan adanya perintah untuk memenangkan pihak tertentu dalam proses lelang juga bisa menjadi dasar pemanggilan.
“Misalnya ada perintah untuk memenangkan pihak-pihak tertentu, meskipun uang belum diterima, kami tetap akan memanggil dan meminta pertanggungjawaban,” tegasnya.
Bekerja Sama dengan PPATK
Dalam proses penyidikan, KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak pergerakan uang dalam kasus ini. “Kami bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” ujar Asep.
Ia menegaskan bahwa tidak akan ada pihak yang dikecualikan dalam pengusutan perkara ini. KPK berkomitmen untuk menelusuri aliran dana dan indikasi perintah yang tidak sah demi memastikan keadilan dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara.
Penelusuran Masih Berlanjut
KPK menyatakan bahwa penanganan perkara ini masih dalam tahap pengembangan. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru, termasuk pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengambilan keputusan proyek infrastruktur tersebut.
“Ditunggu saja. Kami pastikan KPK bekerja sesuai dengan fakta dan alat bukti yang ada,” pungkas Asep.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan proyek strategis yang bernilai besar dan keterlibatan pejabat tinggi daerah. KPK diminta bertindak transparan dan tegas untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. (DL/GPT)