TriasPolitica.net : Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dengan Pemilu daerah. Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025), MK menyatakan bahwa pemungutan suara nasional dan lokal tidak lagi diselenggarakan secara serentak, dan harus diberi jeda waktu paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan.
Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. MK menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai bahwa Pemilu daerah dilaksanakan paling cepat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah Pemilu nasional.
“Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta gubernur, bupati, dan walikota, dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan DPR, DPD, atau Presiden dan Wakil Presiden,” ujar Suhartoyo membacakan amar putusan.
Gugatan ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang terdaftar dalam perkara nomor 135/PUU-XXII/2024. Perludem menguji sejumlah pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Perludem berpendapat bahwa pelaksanaan Pemilu serentak dengan lima kotak suara sekaligus di tempat pemungutan suara (TPS) telah menimbulkan sejumlah persoalan, di antaranya melemahkan pelembagaan partai politik, mempersempit ruang kaderisasi, serta menurunkan kualitas pelaksanaan asas-asas pemilu yang dijamin dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945.
Dalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum pemohon, Fadli Ramadhanil, menjelaskan bahwa keserentakan pemilu nasional dan daerah membuat partai politik kehilangan waktu untuk melakukan kaderisasi calon anggota legislatif secara memadai. Akibatnya, partai cenderung mengandalkan figur populer dan pemilik modal ketimbang kader internal yang telah dibina.
“Ketentuan Pemilu lima kotak secara serentak melemahkan posisi partai. Partai menjadi tidak berdaya dalam proses pencalonan, karena tidak punya cukup waktu, ruang, dan energi untuk menyeleksi kader di semua level,” ujar Fadli saat membacakan permohonan pada 4 November 2024 lalu.
Dengan putusan MK ini, Pemilu nasional—meliputi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, dan DPD—akan dilaksanakan secara terpisah dari Pemilu daerah yang mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan kepala daerah. Pemisahan tersebut diharapkan dapat memperbaiki kualitas demokrasi, memperkuat kelembagaan partai politik, serta memberikan waktu yang cukup untuk proses kaderisasi dan pencalonan yang lebih demokratis.
Putusan ini menjadi langkah penting dalam reformasi sistem kepemiluan Indonesia dan akan menjadi acuan bagi penyelenggara pemilu dalam menyusun jadwal pelaksanaan pemilu ke depan. (DL/GPT)