Yogyakarta – Polemik dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo memasuki babak baru. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, bersama dua rekannya, Rismon Sianipar dan Tiffauzia Tiyassuma, meluncurkan sebuah buku berjudul Jokowi's White Paper: Kajian Digital Forensik, Telematika, dan Neuropolitika atas Keabsahan Dokumen dan Perilaku Kekuasaan.
Soft launching buku setebal hampir 700 halaman itu digelar di University Club (UC) Coffee Shop, Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (18/8). Roy menyebut, penerbitan buku ini dipersembahkan sebagai “hadiah” bagi 80 tahun Kemerdekaan Indonesia.
“Ini hadiah untuk 80 tahun Kemerdekaan Indonesia. Sebuah buku berjudul Jokowi's White Paper,” ujar Roy.
Analisis Ilmiah dan Forensik
Buku tersebut berisi hasil kolaborasi analisis digital forensik, telematika, serta neuropolitika yang dilakukan ketiga penulis. Roy menjelaskan, bagian awal buku mengulas momen yang memicu isu keabsahan ijazah sarjana Jokowi sejak 2013 lalu, salah satunya rekaman dialog televisi yang menghadirkan Mahfud MD, mendiang Buya Syafii Maarif, dan Jokowi.
Selain itu, buku juga menyinggung tokoh-tokoh yang secara kritis mempertanyakan ijazah Jokowi, seperti Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Rahardja, yang justru menghadapi proses hukum.
Pada April 2025, Roy bersama tim sempat mendatangi Fakultas Kehutanan UGM untuk meneliti salinan skripsi Jokowi. Hasil penelitian tersebut turut dituangkan dalam buku.
Metode Analisis
Rismon Sianipar menyajikan analisis digital forensik dengan metode Error Level Analysis (ELA) serta kajian spektrum warna pada stempel ijazah Jokowi. Sementara itu, Tiffauzia Tiyassuma menambahkan perspektif behavioral neuroscience yang dikaitkan dengan pola komunikasi politik.
“Paling menonjol ya kesimpulannya adalah skripsinya 99,9 persen palsu. Tidak mungkin menghasilkan ijazah asli. Itu saja yang paling penting,” kata Roy.
Rencana Distribusi
Jokowi's White Paper dicetak dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Grand launching dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada 27 Agustus 2025. Cetakan pertama sebanyak 5.000 eksemplar, disertai versi digital (e-book). Atas dukungan Forum Diaspora Indonesia (FDI), buku ini akan didistribusikan ke 25 negara.
Roy menambahkan, pemilihan judul White Paper dimaksudkan sebagai upaya “membersihkan” nama baik kampus UGM. “Kami bertiga lulusan UGM. Jangan sampai kampus ini dikotori. Buku ini kami susun dengan bahasa teknis tapi tetap populer, sehingga bisa menjadi referensi yang menarik,” ujarnya.