Jakarta, 9 September 2025 – Belum genap satu hari menjabat sebagai Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa langsung mendapat kritik dari masyarakat atas pernyataannya terkait 17+8 Tuntutan Rakyat. Pernyataan itu dinilai tidak menunjukkan empati. Menyikapi hal tersebut, Purbaya menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
“Kalau kemarin ada kesalahan, saya mohon maaf. Ke depan akan lebih baik lagi,” ujar Purbaya usai acara serah terima jabatan di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Purbaya berjanji akan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan di ruang publik. Ia menyadari bahwa posisinya sebagai Menteri Keuangan membuat segala tindak-tanduknya mendapat sorotan dari media maupun masyarakat. Hal itu berbeda dengan jabatan sebelumnya sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang relatif jarang disorot publik.
“Saya masih pejabat baru di sini, menterinya juga menteri kagetan. Jadi kalau ngomong, kalau kata Bu Sri Mulyani, gayanya koboy. Waktu di LPS sih enggak ada yang monitor, jadi saya tenang. Ternyata di Kemenkeu beda, salah ngomong langsung dipelintir sana-sini,” jelasnya.
Ke depan, Purbaya menegaskan komitmennya untuk menjadi Menteri Keuangan yang baik. Ia bahkan menyatakan siap meminta masukan dari pendahulunya, Sri Mulyani Indrawati, demi memperkuat kebijakan fiskal dalam menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong kesejahteraan masyarakat.
“Jadi ke depan tolong beri saya waktu untuk bekerja dengan baik. Nanti kalau sudah berapa bulan baru Anda kritik habis-habisan,” katanya.
Sebelumnya, pernyataan Purbaya mengenai 17+8 Tuntutan Rakyat yang muncul dalam aksi demonstrasi akhir Agustus 2025 menuai protes. Saat konferensi pers di Jakarta, Senin (8/9/2025), ia menyebut aspirasi tersebut hanya berasal dari sebagian kecil masyarakat yang merasa belum puas dengan kondisi ekonomi.
“Itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu, hidupnya masih kurang,” ucapnya.
Meski demikian, Purbaya optimistis gelombang protes masyarakat akan mereda seiring perbaikan ekonomi nasional. Ia menilai, dengan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, masyarakat akan lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan dibandingkan turun ke jalan untuk berdemo.
“Once saya ciptakan pertumbuhan ekonomi 6 persen, 7 persen, itu akan hilang dengan otomatis. Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak dibandingkan mendemo,” ujarnya.






