Jakarta — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan tidak akan mengundurkan diri dari jabatannya, meski beredar surat edaran yang menyatakan dirinya telah diberhentikan. Ia menilai surat edaran tersebut tidak sah dan tidak memenuhi standar administrasi organisasi.
Gus Yahya menyampaikan hal itu di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/11), menanggapi beredarnya dokumen yang mengumumkan bahwa dirinya tidak lagi menjabat Ketua Umum PBNU. Menurutnya, surat tersebut masih memuat watermark bertuliskan draft sehingga tidak dapat dianggap sebagai dokumen resmi.
Ia menjelaskan, surat edaran itu juga tidak ditandatangani oleh empat unsur Syuriyah dan Tanfidziyah, sebagaimana ketentuan baku administrasi PBNU. Selain itu, nomor surat yang tercantum dalam dokumen tersebut disebut tidak dikenal ketika ditelusuri melalui tautan yang disertakan.
“Surat itu tidak ditandatangani empat orang Syuriyah dan Tanfidziyah. Apabila dicek link di bawah surat, nomor surat di situ tidak dikenal. Sehingga surat itu memang tidak memenuhi ketentuan. Dengan kata lain, tidak sah dan tidak mungkin digunakan sebagai dokumen resmi,” ujarnya.
Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya tidak dapat diberhentikan begitu saja, kecuali melalui forum muktamar sebagai forum tertinggi organisasi. “Saya menyatakan tidak akan mundur dan tidak bisa diberhentikan kecuali melalui muktamar,” tegasnya.
Sebelumnya, beredar surat edaran terbaru yang menyatakan bahwa Gus Yahya tidak lagi menjabat Ketua Umum PBNU terhitung mulai Rabu, 26 November 2025 pukul 00.45 WIB. Surat itu diklaim sebagai tindak lanjut keputusan rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November lalu, yang meminta Gus Yahya mundur dalam waktu tiga hari. Dalam dokumen tersebut juga tercantum tanda tangan elektronik Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir.
Dalam surat edaran tersebut dinyatakan bahwa selama kekosongan jabatan ketua umum, kepemimpinan PBNU berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama. Surat itu juga memerintahkan pengurus untuk segera menggelar rapat pleno guna menindaklanjuti pergantian kepengurusan.
Di bagian akhir, surat edaran memberi ruang bagi Gus Yahya untuk mengajukan keberatan melalui Majelis Tahkim NU sesuai Peraturan Perkumpulan NU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal.
Hingga saat ini, polemik terkait keabsahan surat edaran tersebut masih menjadi perhatian internal PBNU, sementara Gus Yahya menegaskan posisinya tetap sah hingga ada keputusan melalui muktamar. *






