Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Partai Masyumi Gugat Eksploitasi Tambang oleh Asing dan Usut Penyimpangan TKA di Morowali

JAKARTA – 8 Desember 2025. Di balik hilirisasi nikel, kedaulatan negara dipertaruhkan. Polemik Bandara Khusus di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) itu tidak bisa diremehkan. Tiadanya otoritas negara—seperti Imigrasi dan Bea Cukai—di bandara yang dikelola swasta ini dinilai bukan sekadar celah administratif, melainkan ancaman nyata bagi pertahanan dan ekonomi bangsa.

Merespons situasi kritis itu, secara ideologis, melalui Ketua Umum-nya, Dr. Ahmad Yani, S.H., M.H., Partai Masyumi menggugat praktik pengelolaan investasi yang dinilai melenceng jauh dari amanat konstitusi. Ia menuntut pemulihan kedaulatan yang terkoyak oleh dominasi korporasi China itu dan dugaan praktik yang menyimpang dalam pengelolaan Tenaga Kerja Asing (TKA). 

Partai Masyumi menggugat berdasarkan fakta yang meresahkan ketiadaan otoritas negara di Bandara IMIP itu "bukan sekadar masalah teknis. Itu masalah kedaulatan. Bagaimana mungkin ada bandara yang minim otoritas negara? Jika pintu gerbangnya saja tidak dijaga, wajar jika rakyat curiga bandara ini menjadi karpet merah bagi masuknya TKA ilegal. Kita seperti menyerahkan kunci rumah sendiri kepada tamu," tegas Ahmad Yani.

Kritik Partai Masyumi menukik pada anomali data makroekonomi. Di saat Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 7,5 juta rakyat Indonesia menganggur (Agustus 2024), data Kementerian Ketenagakerjaan justru menunjukkan TKA asal Tiongkok (China) yang justru mencapai hampir 50% dari total pekerja asing. 

Bagi Partai Masyumi, mengimpor tenaga kerja di tengah surplus demografi adalah kebijakan yang tidak etis dan tidak peka pada masalah pengangguran rakyat sendiri. "Sangat menyakitkan data ini. Di saat kita butuh makan, impor tenaga kerja asing malah dibuka. Ini mencederai keadilan rakyat. Paradoks pembangunan seperti ini tidak bisa kami terima," ujar Yani dengan nada prihatin.

Investigasi Ombudsman RI dan temuan lapangan mengonfirmasi bahwa TKA di Morowali dan Konawe tidak hanya mengisi pos tenaga ahli, melainkan merambah sektor unskilled labor (buruh kasar) seperti sopir dump truck, operator alat berat, hingga buruh gudang. Hal ini jelas melanggar UU No. 13 Tahun 2003.

"Pekerjaan sopir atau buruh gudang itu bukan high-tech. Rakyat kita sangat mampu mengerjakannya. Membiarkan posisi buruh kasar diisi asing adalah pelanggaran hukum positif yang terang-terangan. Posisi itu haram diisi asing dan wajib dikembalikan 100% kepada pekerja lokal," tuntut Ahmad Yani. Audit segara secara Forensik & TKA buruh kasar harus segera dideportasi. 

Partai Masyumi juga membongkar ilusi keuntungan ekonomi. Kontribusi pajak dari smelter asing dinilai minim akibat obral fasilitas Tax Holiday hingga 25 tahun. "Kita kehilangan nikel yang dikeruk habis, lingkungan rusak, tapi negara tidak dapat pajak memadai karena diobral lewat Tax Holiday. Keuntungan utamanya lari ke negara asal investor (capital flight). Ini namanya kita 'tumpur'," sindir Yani.

Masalah kian pelik karena ada diskriminasi upah. Laporan serikat pekerja mengungkap gaji TKA jauh lebih tinggi dibanding pekerja lokal untuk beban kerja yang sama. Ahmad Yani menyebut praktik ini sebagai "penjajahan gaya baru" dan menuntut penerapan prinsip _Equal Pay for Equal Work_.

Selain itu, aspek keselamatan kerja (K3) yang buruk—tercermin dari tragedi ledakan smelter PT ITSS yang menewaskan puluhan pekerja—menjadi bukti lain bahwa investasi ini dibayar dengan nyawa manusia. Investigasi Independen K3, bentuk Tim Pencari Fakta Independen untuk kasus kecelakaan kerja. Cabut izin perusahaan yang lalai.

Partai Masyumi juga mempertanyakan, transparansi Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA) sebesar USD 100 per bulan/orang. Audit Transparansi Dana TKA: Buka data realisasi pembayaran dana kompensasi TKA ke publik. "Ke mana larinya uang jutaan dolar itu? Publik berhak tahu. Kami mendesak audit total," tegas Yani.

Jadi Pemerintah wajib mengaudit seluruh perusahaan di Morowali, Weda Bay, dan Konawe. Restorasi Pasal 33 UUD 1945: Sektor hulu pertambangan wajib dikuasai negara. Asing hanya boleh di hilir berteknologi tinggi dengan syarat transfer ilmu (transfer teknologi).

Menutup pernyataannya, Dr. Ahmad Yani mengingatkan pemerintah untuk kembali ke rel konstitusi. "Bumi, air, dan kekayaan alam adalah untuk kemakmuran rakyat Indonesia, bukan untuk kemakmuran investor asing semata. Partai Masyumi tidak anti-investasi, tapi kami anti terhadap investasi yang menjajah dan tidak menghormati kedaulatan NKRI," pungkasnya.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram TriasPolitica.net, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Ads Bottom

Copyright © 2023 - TriasPolitica.net | All Right Reserved