Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Masalah Perppu Cipta Kerja Bukan Saja Pada Isi Tapi "Asbabul Wurud" nya



Triaspolitica.net : Beberapa hari lalu Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Ham, Mahfud turut merespon ramainya orang mempersoalkan konstitusionalitas Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinilai menganulir, sebagian orang sampai ada yang mengatakan membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Cipta Kerja. Bahkan ada pula yang menyebut Perppu tersebut dipandang melecehkan Mahkamah Konstitusi. 

Dalam komentarnya, pak Mahfud mengatakan yang bisa diperdebatkan dalam beleid tersebut isinya, bukan prosedur penerbitannya. Sebab Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan prosedur penerbitan Perppu tak menyalahi aturan. Barangkali maksud beliau jika mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 prosedur penerbitan Perppu telah sesuai. 

Justru disinilah letak kekeliruannya. Persoalan Perppu ini tidak saja pada isinya (dalam hal ini terutama isinya yang bersifat merevisi UU Cipta Kerja) yang dapat diperdebatkan. Tapi masalahnya terutama sekali adalah pada "asbabul wurud" meminjam istilah pada ilmu hadits, yaitu keadaan atau alasan yang melatarbelakangi terbitnya Perppu itu sendiri.  

"Asbabul wurud" itulah menjadi syarat atau alasan urgensitas diterbitkannya Perppu. Itulah yang terutama sekali penting diperdebatkan. Sementara itu dari sisi pilihan kebijakan terkait substansi atau isi Perppu juga bermasalah. Sebab Mahkamah Konstitusi dalam putusannya yang bersifat inkonstitusional bersyarat memerintahkan agar pembentuk UU Cipta Kerja merevisi isi atau substansi UU Cipta Kerja. Tetapi ternyata Presiden malah memilih menerbitkan Perppu. Mestinya UU Cipta Kerja itu yang direvisi bukan justru menerbitkan Perppu. 

Menurut saya tidak tepat apa yang disampaikan pak Mahfud terkait prosedur Perppu yang telah sesuai. Saya melihat malahan sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan prosedur. Kalau kita bicara prosedur sudah cukup UU No. 12 Tahun 2011 yang menjadi rujukan pembentukan peraturan perundang-undangan. Mulai dari usul rancangan Perppu, sampai pembahasannya dan pengesahannya. Itu selesai dengan UU No. 12 Tahun 2011 dan peraturan internal DPR. Masalahnya pada Perppu Cipta Kerja ini adalah "asbabul wurud" Perppu itu sendiri. Jika "asbabul wurud" tuntas baru kita bicara prosedur penerbitan Perppu yang harus mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011.  

Pemerintah berdalih merevisi UU Cipta Kerja dengan cara menerbitkan Perppu karena adanya hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Mestinya tidak demikian memahaminya, revisi itu langsung saja pada UU Cipta Kerja bukan dengan menerbitkan Perppu. Ini keliru. Sebab itu isi atau substansi Perppu yang bersifat merevisi UU Cipta Kerja cukup dituangkan dalam bentuk UU tentang revisi UU Cipta Kerja. Sementara apa yang disebut "hal ikhwal kegentingan yang memaksa" alasan diterbitkannya Perppu tersebut masih merupakan sesuatu yang tidak jelas sebab pemerintah sepertinya berupaya keras merealisasikan resultante politiknya sehingga tidak begitu peduli dengan syarat konstitusionalitas menerbitkan Perppu. 

Pak Mahfud ketika diwawancarai media menyebut kondisi ekonomi global berikut data dari lembaga keuangan internasional seperti World Bank, IMF dan lain sebagainya menjadi pemicu untuk melakukan percepatan finalisasi UU Cipta Kerja. Dikatakannya bahwa berdasarkan data dan kajian lembaga keuangan internasional, situasi ekonomi dunia akan mengalami resesi, inflasi termasuk Indonesia akan terkena imbasnya. 

Demikian juga konflik Rusia-Ukraina disebut berdampak terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Alasan semacam ini sulit diterima. Kondisi tersebut tidak dapat diukur objektifitasnya secara hukum untuk menerbitkan Perppu. Sebab bersandar pada data, kajian bahkan prediksi-prediksi bukan pada alasan-alasan yuridis. Sekalipun merujuk pada puluhan lembaga internasional tetap tidak dapat dijadikan acuan. Perppu murni mengacu pada indikator yuridis, bukan malah di tarik-tarik ke wilayah ekonomi global dengan berbagai data dan prediksi-prediksi.

Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 menafsirkan "hal ikhwal kegentingan yang memaksa" sebagaimana termaktub pada Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang menjadi dasar diterbitkannya Perppu menjelaskan bahwa "asbabul wurud" dibentuknya Perppu yaitu: 1). Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang; 2). Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai; 3). Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Tafsir putusan Mahkamah Konstitusi atas Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 tersebut memang sudah seringkali disalahpahami dan diselewengkan penggunannya untuk memberikan justifikasi atas Perppu yang diterbitkan selama ini. Dalam kenyataan praktik, Perppu diterbitkan memang disandarkan pada penilaian subjektif Presiden yang memberikannya peluang dalam pengambilan kebijakan berupa Perppu. Kendatipun demikian pandangan subjektif tersebut mesti dapat diukur pula objektifitasnya secara hukum. 

Dengan kata lain pandangan subjektifitas Presiden bagaimanapun harus rasional dan nyata relevansinya dengan keadaan yang sedang dihadapi. Dengan demikian menerbitkan Perppu dengan penuh kehati-hatian dan dengan pertimbangan yang rasional. Sebab Perppu bukan produk hukum biasa meskipun ia setara dengan UU. Perppu dapat mengenyampingkan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang berkaitan dengan substansi yang diatur di dalamnya. Bahkan Perppu dapat mengenyampingkan norma UUD 1945 sekalipun. Sebab itu tafsir "hal ikhwal kegentingan yang memaksa" sebagaimana pada putusan Mahkamah Konstitusi harus benar-benar diinsyafi bukan malah ditafsirkan secara bebas sehingga menjadi "kepentingan yang memaksa".

Oleh: Syahdi Firman, S.H., M. H (Pemerhati Hukum dan Konstitusi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad


Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram TriasPolitica.net. Klik : WA Grup & Telegram Channel

Ads Bottom

Copyright © 2023 - TriasPolitica.net | All Right Reserved