Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Jokowi Laporkan Tokoh dan Aktivis, Ancaman Serius Terhadap Demokrasi Indonesia


Langkah Presiden RI ke-7 Joko Widodo melaporkan sejumlah tokoh dan aktivis ke ranah hukum atas dugaan pencemaran nama baik menuai polemik tajam di tengah masyarakat. Di tengah harapan publik akan pemerintahan yang inklusif dan terbuka terhadap kritik, tindakan ini justru mencerminkan gejala represif yang kian mengkhawatirkan. Demokrasi Indonesia, yang dibangun dengan susah payah sejak era reformasi, kini berada dalam ujian terberatnya.

Salah satu kasus yang mencuat adalah laporan terhadap Ubedilah Badrun, dosen Universitas Negeri Jakarta, yang sebelumnya melaporkan dugaan penyalahgunaan kekuasaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alih-alih mendapat perlindungan sebagai pelapor, Ubedilah justru balik dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik, bahkan dicopot dari jabatannya sebagai Koordinator Prodi Sosiologi UNJ. Ini bukan hanya persoalan personal, tetapi soal prinsip: apakah pelapor dugaan korupsi masih dilindungi oleh sistem hukum kita?

Selain Ubedilah, publik juga dikejutkan dengan tindakan hukum terhadap aktivis seperti Rocky Gerung dan sejumlah tokoh lainnya yang dikenal vokal mengkritik kebijakan pemerintah. Tuduhan penghinaan terhadap presiden kini tampak lebih sering digunakan sebagai alat pembungkam ketimbang sebagai instrumen hukum yang bijak.

Kondisi ini mengundang kekhawatiran mendalam. Dalam negara demokratis, kritik terhadap penguasa bukan hanya diperbolehkan, melainkan menjadi syarat esensial untuk memastikan pemerintahan tetap berada di jalur yang benar. Seperti yang dikatakan oleh Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi, “Demokrasi tidak hanya menjamin kebebasan memilih, tetapi juga kebebasan untuk bersuara dan mengkritik.” Jika suara-suara kritis justru dibungkam melalui saluran hukum, maka demokrasi itu sendiri dipertanyakan keberlanjutannya.

Kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional yang dijamin Pasal 28E UUD 1945. Jika pemerintah mulai menunjukkan ketidaktoleranan terhadap kritik, ini bukan hanya pelanggaran terhadap norma hukum, tetapi juga terhadap etika demokrasi. Menarik untuk melihat bahwa di negara-negara demokrasi maju, kritik terhadap pemimpin adalah hal yang lumrah dan bahkan dianggap sebagai bentuk partisipasi aktif warga negara.

Langkah represif terhadap para pengkritik tidak hanya memperburuk citra pemerintah di mata publik dalam negeri, tetapi juga merusak reputasi Indonesia di forum internasional. Laporan tahunan Freedom House pada 2024 mencatat bahwa Indonesia mengalami penurunan skor kebebasan sipil, salah satunya akibat meningkatnya kriminalisasi terhadap aktivis dan jurnalis.

Ironisnya, tindakan ini justru menunjukkan kegagalan negara dalam menghadapi kritik secara elegan dan demokratis. Alih-alih merespons dengan klarifikasi dan debat terbuka, pemerintah memilih jalur hukum yang berpotensi membungkam keberanian warga menyampaikan pendapat. Ini menciptakan efek jera yang bisa berujung pada budaya takut di masyarakat.

Kita patut bertanya: ke mana arah demokrasi Indonesia? Apakah negara ini masih menjunjung prinsip keterbukaan dan akuntabilitas, ataukah sedang melangkah mundur ke era di mana suara rakyat dibungkam oleh kuasa?

Kini, suara-suara kritis perlu terus digaungkan bukan sebagai bentuk permusuhan terhadap negara, melainkan sebagai wujud cinta terhadap demokrasi. Sebab seperti kata Presiden AS Thomas Jefferson, “Ketika pemerintah takut kepada rakyat, maka itulah kebebasan. Tapi ketika rakyat takut kepada pemerintah, maka itulah tirani.”

Sudah saatnya pemerintah menunjukkan bahwa demokrasi di negeri ini masih bernapas. Caranya sederhana: dengarkan kritik, jangan bungkam. Sebab jika kritik dibungkam, maka suara kebenaran perlahan akan hilang. Dan ketika itu terjadi, Indonesia tidak lagi menjadi negara demokratis, melainkan hanya tampak seperti itu di atas kertas. ***

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram TriasPolitica.net, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Ads Bottom

Copyright © 2023 - TriasPolitica.net | All Right Reserved