Surabaya – Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Jawa Timur dalam kasus dugaan pemalsuan surat, penggelapan dalam jabatan, hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersangka terhadap Dahlan tertuang dalam dokumen resmi yang ditandatangani oleh Kepala Subdirektorat I Ditreskrimum Polda Jatim, Ajun Komisaris Besar Arief Vidy, pada Senin, 7 Juli 2025. Tidak sendiri, mantan Direktur PT Jawa Pos, Nany Wijaya, juga turut ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama.
Keduanya dijerat dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat, Pasal 374 jo. Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan dan penggelapan, serta disangkakan pula dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, saat dikonfirmasi menyatakan pihaknya masih melakukan pengecekan internal terhadap informasi penetapan tersangka tersebut. "Ok saya cari info lagi ya," ujar Abast saat dihubungi media pada Selasa, 8 Juli 2025.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus ini bermula dari laporan yang diajukan pihak PT Jawa Pos pada 13 September 2024. Penyidik Ditreskrimum kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan bernomor SP.Sidik/42/I/RES/1/9/2025/Ditreskrimum tertanggal 10 Januari 2025, sebelum akhirnya menetapkan kedua tersangka pada awal Juli 2025.
Tak hanya menghadapi proses pidana, Dahlan Iskan juga tengah bersengketa secara perdata dengan PT Jawa Pos. Ia mengajukan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Niaga Surabaya, dengan nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby.
Dalam gugatan tersebut, Dahlan bertindak sebagai pemohon dan mengklaim bahwa PT Jawa Pos memiliki utang sebesar Rp54,5 miliar kepadanya, yang berasal dari kekurangan pembagian dividen sebagai pemegang saham perusahaan. Sidang perdana gugatan PKPU dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 18 Juni 2025, pukul 09.00 WIB di Ruang Sidang Kartika, PN Surabaya.
Namun, kuasa hukum PT Jawa Pos, Leslie Sajogo, membantah klaim tersebut. Ia menyatakan bahwa keputusan pembagian dividen telah ditetapkan secara sah dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2003, 2006, 2012, dan 2016—dan turut disetujui oleh Dahlan Iskan saat masih menjabat sebagai Direktur Utama.
Leslie juga mengungkapkan bahwa hingga kini Dahlan masih tercatat sebagai pemilik 3,8 persen saham di PT Jawa Pos, yang merupakan pemberian dari pemegang saham lainnya. Adapun pemegang saham mayoritas perusahaan tersebut adalah PT Grafiti Pers.
Perkembangan kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat Dahlan Iskan merupakan salah satu tokoh media nasional yang pernah memimpin Jawa Pos Group serta sempat menjabat sebagai Menteri BUMN pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.