Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Langgar UUD dan Inkonstitusional!

TriasPolitica.net : Jakarta – Partai NasDem menyatakan penolakan tegas terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. NasDem menilai putusan tersebut melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan menyebutnya sebagai inkonstitusional.

Anggota Majelis Tinggi DPP Partai NasDem, Lestari Moerdijat, dalam konferensi pers di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025), menyampaikan bahwa pemisahan pemilu presiden, DPR, DPD dengan pemilihan kepala daerah dan DPRD merupakan pelanggaran terhadap Pasal 22E UUD 1945. Menurutnya, putusan MK tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat secara konstitusional.

"Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional," tegas Lestari.

NasDem menjelaskan bahwa pemilu DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 dan diperkuat oleh Putusan MK Nomor 95/2022. Oleh karena itu, pemilu harus tetap dilaksanakan setiap lima tahun sekali tanpa pemisahan skema pelaksanaan.

Dalam pernyataan sikap resminya, DPP Partai NasDem menyoroti sejumlah aspek problematik dari putusan MK tersebut:

  1. Kewenangan MK – Menurut NasDem, MK telah melampaui kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945, dengan masuk ke ranah open legal policy yang seharusnya menjadi kewenangan legislatif (DPR dan Presiden).

  2. Potensi Krisis Konstitusional – Pelaksanaan putusan MK dinilai dapat menimbulkan deadlock constitutional karena berpotensi memperpanjang masa jabatan anggota DPRD tanpa legitimasi pemilu, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi.

  3. Pelanggaran Kepastian Hukum – MK dinilai inkonsisten dan tidak menjaga stabilitas hukum dengan mengubah-ubah tafsir atas pelaksanaan pemilu, yang berakibat pada ketidakpastian hukum dan kepercayaan publik.

  4. Tindakan Sebagai Legislator Positif – NasDem menuding MK bertindak sebagai positive legislator dengan membuat norma baru yang seharusnya bukan menjadi kewenangannya.

  5. Pelanggaran Terhadap Kedaulatan Rakyat – Putusan MK disebut sebagai bentuk "pencurian kedaulatan rakyat", karena memperpanjang jabatan DPRD tanpa mandat hasil pemilu.

  6. Desakan Penertiban oleh DPR RI – NasDem mendesak DPR untuk meminta klarifikasi kepada MK dan menertibkan cara pandang para hakim konstitusi dalam menafsirkan UUD agar tidak menyimpang dari semangat konstitusionalisme.

NasDem juga menegaskan bahwa sistem pemilu lima kotak yang dilaksanakan secara serentak pada 2019 merupakan bentuk interpretasi konstitusional yang seharusnya tidak diubah tanpa pertimbangan mendalam berbasis risalah pembentukan UUD.

"Krisis konstitusional ini harus segera diselesaikan. Pemilu harus kembali ke semangat konstitusi: dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan penyelenggaraan sistemnya merupakan open legal policy, bukan kewenangan MK untuk menentukan," tandas Lestari.

Dengan sikap ini, Partai NasDem menjadi salah satu partai politik yang secara terang-terangan menolak pemisahan pemilu sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, dan menyerukan penegakan kembali supremasi UUD 1945 dalam sistem pemilu nasional. (DL/GPT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram TriasPolitica.net, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Ads Bottom

Copyright © 2023 - TriasPolitica.net | All Right Reserved