Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai enggan memberikan tanggapan terkait keputusan pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Pigai menyatakan dirinya tidak ingin mengomentari polemik yang muncul atas penetapan tersebut.
“Begini, pemberian penghargaan kepada Pak Harto, saya Menteri HAM, saya no comment, titik,” ujar Pigai saat ditemui di Gedung Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).
Ketika kembali disinggung mengenai sikapnya sebagai Menteri HAM atas penobatan Soeharto sebagai pahlawan nasional, Pigai menegaskan bahwa ia tetap memilih tidak memberikan pernyataan apa pun. “Enggak ada (komentar),” tuturnya singkat.
Soeharto resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional bidang perjuangan bersenjata dan politik oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (10/11/2025). Penganugerahan tersebut dilakukan dalam upacara di Jakarta, diikuti penyerahan tanda gelar kepada ahli waris.
Narator dalam prosesi penganugerahan menyebut Soeharto memiliki rekam jejak perjuangan sejak masa awal kemerdekaan. “Jenderal Soeharto menonjol sejak masa kemerdekaan. Sebagai wakil komandan BKR Yogyakarta, ia memimpin pelucutan senjata di Jepang, Kota Baru 1945,” demikian pernyataan yang disampaikan saat upacara.
Keputusan penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang ditetapkan di Jakarta pada 6 November 2025. Selain Soeharto, terdapat sembilan tokoh lainnya yang turut menerima gelar serupa tahun ini.
Keputusan tersebut memunculkan beragam reaksi di tengah masyarakat dan kalangan politik. Sebagian pihak menilai anugerah tersebut layak diberikan berdasarkan rekam jejak sejarah, sementara pihak lainnya menyoroti kontroversi terkait masa kepemimpinan Soeharto. Namun, hingga kini, Menteri HAM memilih untuk tidak terlibat dalam perdebatan tersebut.






