Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Bersih-Bersih Prabowo: Keteladanan yang Patut Diapresiasi

Bersih-Bersih Prabowo: 
Keteladanan yang Patut Diapresiasi

Oleh: Assoc. Prof. Dr. TB. Massa Djafar 
(Ketua Dewan Pakar Masyumi)

Bencana banjir bandang yang menimpa Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat seakan menjadi cara hukum alam (sunatullah) membuka tabir adanya kejahatan ekologis di negeri kita. Peristiwa ini menyiratkan pesan kuat mengenai buah dari "konspirasi aktor negara" dengan pemilik modal. Kerusakan ini menguatkan simpulan bahwa negeri ini tengah sakit akibat keserakahan oligarki, di mana negara yang semestinya berdaulat untuk melindungi keselamatan bangsa, justru tampak tak berdaya.

Belakangan ini, media sosial ramai menyoroti kerusakan lingkungan akibat perambahan hutan maupun eksplorasi tambang yang kerap dikaitkan dengan para aktor negara. Nama-nama besar seperti Jokowi, Luhur Binsar Panjaitan dan sejumlah konglomerat hitam, oligarki busuk, yang kian marak disebut-sebut diduga dalam perusakan hutan. Sejumlah nama perusahaan, seperti TPL, NSHE, Agincourt, Sago Nauli, SMGP, dan lainnya, disebut-sebut sebagai terlibat. Tak terkecuali, nama Prabowo Subianto dan PT. Tusam pun sempat terseret di dalamnya terkait kepemilikan lahan konsesi di Aceh.

Langkah Konkret Prabowo

Namun, objektivitas sangat diperlukan dalam menilai isu ini. Terkait tuduhan terhadap perusahaan Prabowo, PT Tusam Hutani Lestari, perlu diluruskan bahwa kerusakan hutan di kawasan konsesi tersebut disinyalir kuat akibat praktik pembalakan liar (illegal logging) yang dilakukan oleh pihak ketiga yang berada di luar kendali serta pengawasan manajemen perusahaan.

Justru, sebuah langkah konkret yang patut diapresiasi telah diambil oleh Prabowo. Beliau secara sukarela telah menyerahkan hak konsesi miliknya seluas 90.000 hektare kepada negara. Lahan tersebut didedikasikan untuk dijadikan kawasan hutan lindung dan konservasi gajah. Langkah ini seolah menjadi antitesis dari keraguan publik. Jika tuduhan di media sosial menuntut pembuktian, maka penyerahan aset ini adalah jawaban nyata.

Langkah Prabowo tersebut mengingatkan kita pada beban politik masa lalu dan tantangan masa depan. Masih banyak kasus korupsi dan ketimpangan yang tersendat penyelesaiannya. Situasi ini mengingatkan kita pada adagium hukum yang menyadarkan logika kita: "Lantai yang kotor tidak akan bisa dibersihkan jika sapunya kotor."

Kearifan dan Keteladanan dari Sejarah

Krisis moral dan keteladanan pemimpin adalah pangkal dari krisis akut yang melanda bangsa ini. Menengok kearifan sejarah, para pemimpin sepatutnya belajar dari tradisi kepemimpinan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-16. Beliau dengan tegas melawan ketamakan oligarki, bahkan demi penegakan hukum, Sultan menghukum mati putranya sendiri. Spirit keadilan serupa juga tecermin dalam kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan tokoh-tokoh Masyumi seperti Mohammad Natsir yang hidup sederhana demi menjaga integritas.

Oleh karena itu, pidato Presiden Prabowo yang kerap menyerukan "bersih-bersih" kini menemukan pijakannya melalui penyerahan 90.000 hektare lahan tersebut. Ini adalah bukti bahwa pidato beliau bukan sekadar omon-omon, melainkan sebuah goodwill nyata.

Namun, keteladanan Presiden ini harus menjadi "lampu hijau" bagi penegakan hukum yang radikal dan menyeluruh. Jika Presiden saja rela melepas asetnya demi konservasi, maka tidak ada lagi alasan bagi negara untuk lembek terhadap perusak lingkungan lainnya.

Kita mendesak agar seluruh perusahaan oligarkis, pelaku perorangan, hingga pejabat pemerintah yang terlibat dalam perusakan hutan harus diusut tuntas dan dituntut hukuman berat. Tidak boleh ada kekebalan hukum, bahkan bagi aparat keamanan maupun para jenderal yang selama ini menjadi backing di balik layar aktivitas ilegal tersebut.

Usut Tuntas Kejahatan Ekologis di semua Wilayah
 
Penyisiran dan penindakan hukum ini tidak boleh hanya berhenti di Aceh. Wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang juga luluh lantak oleh bencana ekologis harus mendapatkan perlakuan hukum yang sama tegasnya. Negara harus hadir membongkar konspirasi jahat para mafia lingkungan di ketiga provinsi ini tanpa pandang bulu.

Harapan rakyat kepada Presiden Prabowo sangat besar. Penyelesaian pelanggaran, tidak boleh lagi hanya "di bawah meja" atau hanya denda administrasi. Prabowo harus tegas bahwa pelanggaran lingkungan itu harus dianggap sebagai ancaman kedaulatan negara, sehingga responnya harus menggunakan instrumen militer dan intelijen untuk mendukung penegakan hukum sipil. 

Langkah awal di Aceh ini harus menjadi momentum perang total melawan mafia lingkungan. Jika hukum tetap tumpul ke atas dan diskriminatif, maka keadilan hanya akan menjadi hal yang "jauh panggang dari api", dan Indonesia berisiko terperosok menuju negara gagal. Sebaliknya, ketegasan menghukum para backing dan oligarki akan menjadi tinta emas dalam sejarah peradaban politik Indonesia. *
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram TriasPolitica.net, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Ads Bottom

Copyright © 2023 - TriasPolitica.net | All Right Reserved